Rabu, 03 September 2025

Dari Rayap ke Solo: Kisah Kecil yang Tak Pernah Selesai

 


Ada satu kenangan masa kecil anakku yang selalu muncul setiap kali aku memikirkan perjalanan tumbuhnya. Kenangan itu sederhana saja, tapi entah kenapa menempel kuat, bahkan sampai hari ini, ketika ia sudah beranjak dewasa dan memilih merantau untuk belajar di Solo.

Waktu itu ia masih duduk di TK B. Baru bisa membaca dengan lancar, dan setiap kata baru yang ditemuinya selalu berubah menjadi pertanyaan. Suatu sore, ia mengeja tulisan “anti rayap” di sebuah brosur. Dengan mata berbinar ia bertanya,

“Papa, rayap itu apa?”

Aku menjawab santai, “Rayap itu binatang kecil yang suka makan kayu.”
Ia manggut-manggut, lalu kembali bermain. Selesai, pikirku.

Ternyata tidak. Beberapa hari kemudian, ia datang lagi dengan wajah penuh rasa ingin tahu.

“Binatang buas itu apa, Papa?”

Aku pun menyebut singa, harimau, buaya. Semua contoh binatang yang jelas menakutkan. Tapi tiba-tiba ia menimpali dengan yakin,

“Tapi menurutku, rayap juga binatang buas.”

 

Aku terdiam, lalu tertawa. Baginya, rayap memang menakutkan—makhluk kecil yang bisa menghabiskan kayu tanpa sisa. Dan saat itu aku benar-benar belajar sesuatu: logika anak-anak sering kali berjalan di jalur yang berbeda dari orang dewasa. Apa yang kita anggap sepele, bisa jadi menakutkan bagi mereka. Apa yang buat kita sederhana, bagi mereka bisa menjadi misteri besar.

Sejak itu aku tidak lagi menganggap enteng pertanyaannya. Aku sadar, menjawab rasa ingin tahu seorang anak bukan hanya soal memberi informasi, tapi juga soal menemani imajinasi mereka.


Waktu berjalan cepat. Gadis kecil yang dulu memandang rayap sebagai binatang buas, kini sudah beranjak dewasa. Ia memilih pergi ke Solo untuk belajar, kota yang sebenarnya adalah tanah leluhurku sendiri. Ada rasa bangga sekaligus haru melihatnya berani melangkah jauh, mengawali perjuangannya sendiri.

Kini pertanyaan-pertanyaannya tak lagi sesederhana “apa itu rayap.” Pertanyaannya lebih besar, lebih rumit, kadang tak bisa dijawab oleh Papa begitu saja. Tapi aku percaya, semangatnya untuk terus bertanya akan menuntunnya menemukan jawaban-jawaban penting dalam hidup.

Aku belajar banyak darinya. Dulu, lewat pertanyaan polos yang membuatku tersenyum. Kini, lewat keberaniannya menapaki jalan baru di perantauan. Dan aku yakin, perjalanan itu masih panjang, penuh pertanyaan lain yang belum terucap.

Mungkin memang begitu cara hidup mengajarkan kita: lewat hal-hal kecil yang lucu, hingga langkah besar yang penuh harapan. Dan aku, sebagai Papa, hanya bisa terus mendoakan—semoga rasa ingin tahunya tak pernah padam, sebab di situlah ia akan menemukan kekuatannya sendiri.


Tulisanku Sebelumnya : Baca disini !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar