Minggu, 17 Agustus 2025

Pendidikan, Perjuangan dan Cinta yang Mengikat Keluarga


 

Ada satu hal yang akhir-akhir ini sering berputar di kepalaku: pendidikan anak-anakku kelak. Aku percaya Tuhan akan selalu mencukupkan. Itu pegangan yang tidak pernah berubah dalam hidupku. Tetapi, sebagai manusia biasa, rasa khawatir itu tetap saja hadir.

Biaya pendidikan tidak pernah benar-benar murah. Apalagi ketika memikirkan perguruan tinggi, jurusan, dan segala yang menyertainya. Aku tahu, suatu hari nanti anak-anakku akan berdiri di persimpangan: memilih universitas, menentukan jurusan terbaik, bahkan mungkin merantau ke kota lain. Dan aku sebagai ayah hanya bisa berusaha menyiapkan jalannya sebaik mungkin.


Namun, ada kalanya kegelisahan ini mengganggu. Bukan karena aku tidak percaya, tapi karena aku tahu tanggung jawab itu nyata adanya. Aku tidak ingin mereka merasa jalan pendidikan adalah hal yang mudah hanya karena ayah dan mamanya berusaha menutupi semua susah-payahnya.

Itulah sebabnya, aku mulai membagi sedikit kegelisahan ini pada mereka. Bukan untuk menakut-nakuti. Bukan untuk mematahkan mimpi. Sama sekali bukan. Aku ingin mereka mengerti bahwa apa pun yang kelak mereka dapatkan, kesempatan kuliah di kampus bagus, jurusan yang sesuai pilihan, atau bahkan pengalaman berharga selama belajar, semuanya lahir dari perjuangan keluarga.

Ya, keluarga.

Bukan hanya perjuangan ayah dan mama yang bekerja, tetapi juga perjuangan mereka sendiri untuk belajar dengan sungguh-sungguh, untuk menghargai kesempatan yang ada, untuk menyadari bahwa apa yang mereka capai nanti bukanlah hadiah instan. Itu hasil dari langkah bersama.

Aku pernah berkata pada anakku, “Nak, bukan soal mahal atau murahnya nanti, tapi soal bagaimana kita menghargai setiap perjuangan. Uang bisa dicari, tapi tanggung jawab hanya bisa lahir dari hati yang mau belajar.” Ia hanya mengangguk, mungkin belum sepenuhnya mengerti. Tapi aku percaya, satu hari nanti kata-kata itu akan menemukan tempatnya.

Sering kali aku berpikir, mungkin rasa gelisah ini adalah bagian dari perjalanan menjadi orangtua. Kita cemas bukan karena kurang percaya, melainkan justru karena cinta. Kita ingin anak-anak memiliki jalan terbaik, tapi kita juga ingin mereka belajar arti perjuangan di balik semua itu.

Dan di sanalah aku merasa, pendidikan bukan hanya tentang ijazah atau gelar. Pendidikan adalah tentang karakter. Tentang bagaimana anak-anak belajar menghargai jerih payah, memahami arti kerja keras, dan menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap kesempatan yang mereka terima.


Aku tidak ingin mereka kuliah hanya untuk “menghabiskan uang orangtua”. Aku ingin mereka kuliah dengan kesadaran bahwa ada cinta, doa, dan keringat yang ikut menyertai langkah mereka. Bahwa ada harapan keluarga yang mereka bawa, bukan sebagai beban, melainkan sebagai motivasi.

Kadang aku bertanya pada diriku sendiri: apakah kegelisahan ini akan selalu ada? Mungkin iya. Tapi aku mulai belajar menerimanya sebagai bagian dari perjalanan. Seperti berjalan di jalan panjang yang kadang berkabut. Kita tidak bisa melihat ujungnya dengan jelas, tetapi kita tetap melangkah karena tahu ada tujuan di depan.

Dan setiap kali aku menatap wajah anak-anakku, kegelisahan itu berubah pelan-pelan menjadi doa. Doa yang sederhana: semoga mereka belajar menjadi manusia yang bertanggung jawab, apa pun jalannya kelak. Karena pada akhirnya, itulah yang paling penting.

Bagi setiap orangtua, mungkin kegelisahan ini terasa akrab. Kita semua ingin memberikan yang terbaik, meski sering kali dibayangi keterbatasan. Namun justru di situlah indahnya: kita berjuang bersama, sebagai keluarga. Dan bukankah itu juga bagian dari pendidikan?

Bukan hanya pendidikan untuk anak-anak, tetapi juga pendidikan untuk kita, para orangtua, tentang bagaimana percaya, berjuang, dan menyerahkan hasil pada Tuhan.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar